Imam dan Pastor Mantan Milisi Nigeria Serukan Perdamaian Antaragama

Imam dan Pastor Mantan Milisi Nigeria Serukan Perdamaian Antaragama

Yogyakarta, gatracom – Dua pemuka agama asal Nigeria yang getol menyuarakan perdamaian lintas iman, James Wuye dan  Muhammad Ashafa, mengisi kuliah umum di Auditorium University Club, Universitas Gadjah Mada, Selasa (10/9) malam.

Ashafa seorang imam Islam dan James pastur agama Kristen. Di masa lalu, keduanya milisi dan terlibat kekerasan di Kaduna, kota penting di Nigeria. Namun setelah sadar dan berdamai, mereka kompak mendakwahkan perdamaian antaragama di Afrika dan dunia.

Kuliah umum mereka bertajuk “Ketika Berbeda Agama Membawa Damai, Bukan Perang” dan dimoderatori Alissa Wahid. James memaparkan bahwa konflik dan kekerasan dilatari banyak faktor termasuk budaya, identitas ras, profesi, situasi lingkungan, kelompok kepentingan, dan pilihan politik. “Konflik itu buruk. Saya pun menyesali masa lalu saya,” ujar dia.

Namun semua agama, termasuk agama Kristen yang diyakininya, mengajarkam rasa sayang terhadap sesama manusia. “Jangan melakukan hal yang kamu tidak ingin orang lain lakukan terhadapmu. Jika kamu mau ke surga, sayangilah orang lain,” kata dia dengan gaya lugas, suara lantang, dan murah senyum.

Menurut dia, ajaran perdamaian merupakan ajaran semua paham di dunia. Kalaupun generasi saat ini memiliki rasa benci terhadap pihak lain, James yakin hal itu merupakan memori yang diwariskan dari generasi sebelum kita.

“Konflik itu bukan pertarunganmu. Memori itu ditransfer dari orang tua kita. Ikutilah jalan damai. Sebarkanlah virus-virus cinta dan persatuan.”

Ia mengakui setiap agama memiliki versi kebenarannya masing-masing, terutama keyakinan bahwa ajaran agamanya yang paling benar. Namun hal itu tak perlu dipertentangkan. “Jangan menyakiti. Berkomunikasilah tanpa kekerasan. Berkata-katalah dengan bahasa yang manis. Hindari komunikasi yang membawa kekerasan dan ujaran kebencian.”

James menekankan hal itu karena pengalaman konflik beda agama di negaranya muncul termasuk lantaran ucapan provokasi seperti menyebut pihak lain sebagai “kufur”. Namun, yang terpenting, konflik muncul karena ketidakadilan. “Tiada damai tanpa keadilan. Tak ada keadilan tanpa perdamaian.”

Ashafa membuka ceramahnya dengan menyinggung kondisi agama saat ini yang seolah justru menjadi bagian dari masalah kemanusiaan. Antara lain pengeboman di India pada 1995 oleh penganut Hindu, kekerasan atas Rohingya di Myanmar oleh pemuka Buddha, dan kasus ledakan gas di Jepang oleh orang Shinto.

Selain itu, teror oleh pengiman Bahai di Iran, kejahatan pemerintah Israel di bawah Yitzak Rabin yang memeluk Yudaisme, pelaku bom Oklahoma yang seorang Kristiani, dan kasus-kasus bomber bunuh diri dari Bali hingga Afghanistan dari umat Islam.

Namun, di sisi lain, Ashafa menyebut umat beragama juga tak kekurangan teladan. Mulai dari Mahatma Gandhi, Martin Luther King, Malcolm X, Desmon Tutu, Nelson Mandela, hingga sosok seperti Bob Marley dan Malala Yousefai. “Mereka semua menganut teologi welas asih (compassion),” ujar Ashafa.

Dalam Islam, ajaran tentang cinta kasih bersanding dengan ajaran inklusifitas dan keadilan sosial. Itu semua disebutkan berulang secara rutin dalam pembukaan khotbah Jumat, termasuk dalam Al Quran surat keempat ayat pertama. “Ajaran welas asih dan keadilan sosial melekat dalam ajaran Islam,” kata dia dengan gaya bicara yang tenang.

Hal itu tercermin pula dari sejarah masuknya agama Islam ke Afrika termasuk di Nigeria. Islam berkembang secara damai dengan agama lain melalui dialog.

James dan Ashafa kini membuka pusat pemulihan trauma untuk para korban kelompok jahat Boko Haram. Langkah ini mengikuti upaya mereka membentuk Lembaga Mediasi Antariman pada 1995 yang memediasi konflik antaragama hingga dicontoh sejumlah negara Afrika. Mereka tercatat turut menangani 200-an konflik global dan diganjar sejumlah penghargaan internasional.

“Pemulihan trauma melalui kitab suci ternyata efektif,” kata Ashafa yang diamini James dengan anggukan dan senyuman. Setelah di Yogyakarta, Imam Ashafa dan Pastur James dijadwalkan mengisi kuliah umum di Universitas Paramadina, Jakarta, pada Sabtu (14/9).

 

Reporter: Arif Koes Hernawan

Editor: Rosyid