Memperkuat Interaksi Damai Antar-Iman dari Katedral

Memperkuat Interaksi Damai Antar-Iman dari Katedral

Ratusan orang beragam latar belakang keagamaan antusias menonton film dan berdiskusi di Aula St.Yohanes, Gereja Katedral, Jakarta (14/08/17). Setelah menonton film The Imam & The Pastor, acara dilanjutkan dengan diskusi bersama Ihsan Ali-Fauzi (direktur PUSAD Paramadina) dan Martin Lukito Sinaga (dosen Sekolah Tinggi Teologi Jakarta). Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka memperkuat interaksi damai antar-iman di Indonesia.

“Mereka yang datang tidak hanya berasal dari komunitas keagamaan di Jakarta, tetapi juga Bogor, Bandung, Yogyakarta, bahkan Pekanbaru. Ini sungguh diluar ekspektasi kami,” ungkap Irawati Simansjah, ketua Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK) Gereja Katedral Jakarta. Acara ini dikelola bersama antara PUSAD Paramadina, Alumni Sekolah Agama dan Bina Damai (SABDA) Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta, dengan didukung oleh Yayasan TIFA.

Martin Lukito Sinaga, dosen Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (STTJ) menekankan pentingya perjumpaan antar-agama. Selama ini, para pemeluk agama biasanya berjumpa dengan orang-orang yang memiliki kesamaan, pandangan moderat dan orang-orang yang berpandangan soft. Belum banyak upaya untuk melibatkan sang liyan ke dalam dialog dan kerja sama, dengan melibatkan kaum “radikal” juga ke dalam diskusi dan upaya-upaya pencarian perdamaian.

Martin mencontohkan perjumpaan antara dua golongan “radikal” di kota Surakarta antara kelompok Kristen-Mennonite dan Laskar Hizbullah. Meski bertentangan, keduanya memiliki persamaan, yaitu perhatian besar bagi terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera. Kerja sama dalam berbagai bentuk sosial tanggap bencana, kesejahteraan sosial, dan dialog dilakukan oleh kedua kelompok tersebut.

Martin menjelaskan bagaimana “Laskar” dan “Mennonite” mengambil risiko untuk mengubah ketegangan, kebencian, dan ketakutan yang dimiliki oleh kelompok masing-masing. Hartono (Mennonite) mengunjungi pusat komando Laskar Hizbullah untuk membangun silaturahmi atau hubungan persaudaraan dengan Panglima Yanni Rusmanto. Lalu kelompok Mennonite bergandengan tangan dengan pasukan Hizbullah untuk menanggapi berbagai bencana di Indonesia.

Sementara itu, direktur PUSAD Paramadina Ihsan Ali-Fauzi menekankan perlunya agamawan menyadari kekuatan mereka dalam membangun bina-damai. Penting bagi agamawan untuk menyadari kekuatan “perangkat keras” seperti komunitas, hak milik (masjid, gereja), dan lembaga mediasi antar-iman. Begitu pula memaksimalkan “perangkat lunak” berupa ajaran (memaafkan, komitmen, kesabaran, solidaritas kemanusiaan, dll), sejarah, independensi, pengetahuan dan ketrampilan.

Pelembagaan mediasi antar-iman juga ditekankan oleh Ihsan dalam membangun bina-damai yang lebih strategis. Para aktor mesti saling bekerjasama antara Imam, Pastor, komunitas Muslim, komunitas Kristen, pemerintah daerah dan pusat, pemuda, perempuan, badan-badan dunia, NGO (lokal, regional, dunia).

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan ‘Kerjasama Lintas-Iman untuk Toleransi dan Binadamai’ dalam menyambut kedatangan Imam Ashafa dan Pastor James dari Nigeria pada Oktober 2017 mendatang. Melalui film tersebut, audiens diajak untuk memahami kekerasan Islam-Kristen di Nigeria tahun 1990-an, bagaimana keterlibatan dua milisi Islam dan Kristen yang berkonflik, hingga akhirnya memutuskan untuk berdamai dan mengembangkan lembaga mediasi antar-iman. Rangkaian acara ini dikelola Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD), Yayasan Paramadina, Lembaga Antar-Iman Maluku (LAIM), Pusat Studi Agama dan Lintas-Budaya (CRCS) dan Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik (MPRK), keduanya di Universitas Gadjah Mada, dengan dukungan Tannenbaum Foundation dan Tifa Foundation.