Peran Anak Muda Mencegah Konflik Antar-Agama

Peran Anak Muda Mencegah Konflik Antar-Agama

Puluhan anak-anak muda Jakarta dari berbagai latar belakang menonton bareng film The Imam and The Pastor, dilanjutkan diskusi membincang peran anak muda dalam binadamai dan merawat keragaman (10/08/17). Beragam bentuk kepedulian anak muda dibuat atas maraknya isu intoleransi yang belakangan meningkat akibat Pilkada DKI Jakarta. Salah satunya diskusi kali ini dibuat untuk anak-anak muda dalam memahami persoalan berbangsa dalam konteks kebinekaan, serta menghargai dan menyikapi perbedaan tersebut.

Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina atas dukungan Yayasan Tifa melakukan pemutaran film dokumenter The Imam and The Pastor dan diskusi kebinekaan dengan tema “Dari Konflik Menuju Damai” di Paviliun 28 Jakarta Selatan. Selain untuk menyambut kedatangan Imam Asshafa dan Pastur James Wuye yang difilmkan dalam dokumenter, kegiatan ini sekaligus merupakan peringatan dirgahayu ke-72 RI dan pembuka dari rangkaian aktivitas peringatan ulang tahun ke-17 Yayasan Tifa.

Menurut Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina Ihsan Ali-Fauzi, film The Imam and The Pastor ini merupakan medium yang baik bagi anak muda untuk belajar memahami dan menyikapi perbedaan tanpa kekerasan. Bahkan, melalui film ini, anak muda bisa belajar bagaimana kekerasan yang dipicu perbedaan agama kemudian dapat berproses menuju bina-damai. “Kita bisa belajar banyak dari bagaimana Pastur James dan Imam Asshafa mengesampingkan ego dan perbedaan masing-masing, kemudian bekerja sama menghentikan kekerasan yang menelan banyak korban, termasuk keluarga dan teman mereka,” ujar Ihsan.

Lebih lanjut, Ihsan mengatakan bahwa dalam film ini kita bisa melihat bagaimana perbedaan yang disikapi dengan kekerasan akan menciptakan penderitaan tanpa ujung. Oleh sebab itu, anak muda perlu belajar bina-damai sejak dini, sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya konflik kekerasan di masa yang akan datang. “Anak muda adalah penopang utama generasi masa depan. Di tangan mereka lah kekerasan bisa dicegah, terutama dalam konteks konflik antara agama,” tambahnya.

Sejalan dengan pendapat Ihsan, Direktur Eksekutif Yayasan Tifa Darmawan Triwibowo menambahkan, pemutaran film ini menjadi pembuka diskusi bagaimana menumbuhkan sikap toleransi dan kemampuan untuk berdamai dengan perbedaan. “Tifa percaya bahwa kemampuan memahami dan menghargai keberagaman adalah kunci (bagi kita semua) untuk membangun tatanan sosial yang damai di tengah dunia yang kian terhubung, kompleks, dan makin majemuk. Intoleransi hanya akan membawakan diskriminasi, sedangkan diskriminasi akan melecut kebencian yang pada akhirnya akan melahirkan kekerasan.”

Pemutaran yang dilakukan di Paviliun 28 Jakarta ini merupakan kegiatan pembuka dari rangkaian nonton bareng di berbagai komunitas, Selain di Paviliun 28, film ini juga akan diputar di beberapa tempat lainnya, salah satunya di Katedral Jakarta pada 14 Agustus 2017 mendatang.***