
01 Des RISOS #11 Peluncuran dan Diskusi Buku “Membuktikan Harapan: Efektivitas Perjuangan HAM di Abad ke-21” 🗓
Meskipun penghormatan atas hak-hak asasi manusia (HAM) di Indonesia sudah dijamin dalam Konstitusi dan UUD 1945, pencapaian atau realisasinya masih menghadapi banyak tantangan. Perkembangan ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain, misalnya dengan diberangusnya gerakan-gerakan HAM seperti Musim Semi Arab (Arab Spring) di beberapa negara di Timur Tengah dan merosotnya mutu demokrasi di banyak negara termasuk Amerika Serikat. Karena berbagai perkembangan ini, sejumlah kalangan dan kritikus berpendapat bahwa perjuangan menegakkan cita-cita HAM adalah upaya yang sia-sia dan bahkan hanya bagian dari sisa-sisa imperialisme Barat yang dipaksakan ke negara-negara pascakolonial.
Tetapi Kathryn Sikkink, Gurubesar Kebijakan HAM pada Harvard Kennedy School yang sangat dihormati dunia, membantah klaim-klaim pesimistik mengenai masa depan perjuangan HAM di atas. Bantahan ini disampaikan dalam Evidence for Hope: Making Human Rights Work in the 21st Century (2017), yang ditulis berdasarkan dua dekade lebih riset literatur dan lapangan khususnya di negara-negara pascakolonial. Dalam buku ini, Sikkink menunjukkan bahwa meskipun perubahan ke arah peningkatan penghormatan atas nilai-nilai HAM berlangsung perlahan dan merupakan buah dari perjuangan, gerakan-gerakan HAM pada akhirnya akan berlangsung efektif dalam jangka panjang.
Karena pentingnya buku di atas, kami bekerjasama menyiapkan edisi Bahasa Indonesia buku ini, yang kami beri judul Membuktikan Harapan: Efektivitas Perjuangan Hak Asasi Manusia di Abad ke-21. Buku inilah yang akan kami luncurkan dalam acara reguler RISOS kali ini. Nantinya, sesuai dengan izin penulis dan penerbit edisi aslinya yang sudah kami peroleh, buku ini akan kami bagikan secara gratis untuk menjadi bahan diskusi ke arah penguatan advokasi HAM di Indonesia.
Menurut Sikkink, aneka serangan dan kritik terhadap gerakan HAM biasanya mempersoalkan legitimasinya dan efektivitasnya. Dalam bantahannya, Sikkink menyatakan bahwa yang pertama didasarkan atas premis yang salah bahwa gagasan-gagasan mengenai HAM muncul pertama kali di Amerika Utara dan Eropa, yang kemudian dipaksakan ke negara-negara berkembang di wilayah Selatan. Dalam buku ini Sikkink menunjukkan bahwa sejak awal dekade 1940-an, para pemimpin dan aktivis Amerika Latin pada kenyataannya sudah merupakan pegiat HAM yang paling awal, yang aktif menyuarakan perlunya perlindungan internasional atas nilai-nilai HAM.
Sementara itu, dari segi efektivitas nilai-nilai HAM, Sikkink menunjukkan bahwa para sarjana dan aktivis berbeda pendapat karena mereka menggunakan alat ukur yang berbeda dalam menilai kemajuan HAM. Namun, ketika membandingkan masa kini dengan masa lalu, Sikkink dengan meyakinkan berhasil menunjukkan bahwa genosida dan kekerasan terhadap warga sipil jumlahnya menurun dari waktu ke waktu, sementara akses kepada layanan kesehatan dan pendidikan meningkat tajam selama beberapa dekade terakhir.
Ringkasnya, kata Sikkink, sementara bias kognitif dan kebiasaan media massa melaporkan hal-hal buruk memang meningkatkan sinisme mengenai masa depan HAM, riset ilmu sosial yang lebih solid mengenai berbagai kecenderungan di masa lalu dan masa kini memperlihatkan bahwa nilai-nilai HAM kini tidak sedang merosot dan berada di periode kesenjaan. Sebaliknya, masa kita kini adalah periode ketika aktivisme HAM berjalan kencang dengan capaian-capaian yang mengagumkan demi perbaikan nasib umat manusia.
No Comments