Memperkokoh Kerukunan di Tengah COVID-19

Memperkokoh Kerukunan di Tengah COVID-19

Pandemi COVID-19 tidak hanya mengancam kesehatan, namun juga mengakibatkan dampak sosial yang membuat gesekan antar kelompok di masyarakat yang bisa mengancam kerukunan. Namun di sisi lain, pandemi COVID-19 juga menjadi momentum untuk memperkokoh kerukunan. Di berbagai daerah, berbagai kelompok masyarakat saling bahu membahu membantu kelompok rentan. Sejumlah kerja sama itu direkam oleh Narasi TV bekerjasama dengan PUSAD Paramadina dalam video Cerita Pandemi: Keragaman di Tengah Corona.

Untuk menyebarluaskan pesan dari dokumenter pendek tersebut, PUSAD Paramadina menyelenggarakan diskusi virtual “Memperkokoh Kerukunan di Tengah Ancaman COVID-19” pada Jumat, 12 Juni 2020 melalui aplikasi Zoom dan disiarkan langsung di kanal YouTube PUSAD Paramadina. Diskusi in dipandu oleh Ucu Hayati, Penyuluh Agama Kemenag Kota Bandung, dengan menghadirkan narasumber: Adeste Adipriyanti, Eksekutif Produser Narasi TV; KH Rafani Achyar, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jawa Barat; Drs. H. Ali M. Abdul Latif, Kepala Bimas Islam Kemenag Kota Bandung; Irfan Amalee, Peace Generation; dan Irsyad Rafsadie, Peneliti PUSAD Paramadina.

Adeste menjelaskan dokumenter tersebut berusaha mengangkat hal-hal positif yang dilakukan masyarakat di tengah gempuran kabar buruk yang dibawa krisis COVID-19. Aksi kepedulian kelompok lintas agama dalam membantu masyarakat yang terdampak itu sejalan dengan nilai yang diusung Narasi TV dalam hal penguatan kemajemukan. Film dokumenter berdurasi sembilan menit ini merupakan  produk dari program Narasi People yang tayang setiap pekan di kanal YouTube Narasi TV.

Sementara itu, Kiyai Rafani Achyar menuturkan bahwa FKUB Jabar terlibat dalam Gugus Tugas COVID-19 Jabar. Mereka memberikan masukan kepada Gubernur Jabar terkait persoalan kerukunan antarumat beragama selama pandemi. Salah satu persoalan yang muncul adalah penolakan sekelompok masyarakat atas pemakaman warga berbeda agama yang positif COVID-19. Tetapi persoalan tersebut akhirnya bisa diselesaikan setelah pengurus FKUB memberikan pemahaman kepada masyarakat, dan pemakaman akhirnya bisa dilakukan.

Selain itu, FKUB Jawa Barat juga beberapa kali membagikan paket sembako kepada masyarakat yang terdampak tanpa membeda-bedakan keyakinan mereka. Masyarakat pun menerima dengan baik tanpa ada prasangka buruk terhadap bantuan itu. Seperti disebutkan di video, virus ini tidak mengenal suku atau agama, dan semua bisa terkena dampaknya. Pademi COVID-19 ini membuka sekat perbedaan keyakinan yang selama ini kerap menjadi penghalang di masyarakat. Solidaritas antar pemeluk agama menguat seiring dengan munculnya kesadaran saling membutuhkan satu-sama lain.

Sejalan dengan itu, Kepala Bimbingan Masyarakat Kemenag Kota Bandung, Drs. H. Ali M. Abdul Latif menekankan bahwa solidaritas antarumat beragama sangat diperlukan selama pandemi. Peran mereka diperlukan terutama untuk mengedukasi masyarakat agar menaati kebijakan pemerintah terkait penanganan COVID-19, termasuk pembatasan sosial di tempat ibadah dan menjalankan protokol kesehatan. Menurutnya, keimanan dan ketakwaan itu perlu diwujudkan juga dalam bentuk kasih sayang terhadap sesama.

Irfan Amalee melihat bahwa krisis COVID-19 ini telah mengubah banyak tatanan kehidupan di masyarakat. Semua orang kini tersadar bahwa mereka saling terhubung, namun di saat yang bersamaan mereka juga harus menjaga jarak fisik. Peace Generation mencatat tingkat partisipasi dalam kegiatan dialog antariman yang diselenggarakan secara daring kini meningkat 70 persen. Banyak orang-orang baru yang mengikuti kegiatan tersebut dan sebagian orang lebih percaya diri karena tidak bertatapan secara langsung. Tetapi pembatasan sosial dan intensitas pertemuan daring yang meningkat juga membuat banyak orang tertekan dan mengalami gangguan mental.

Karena itu, yang perlu diperhatikan di masa pandemi ini tidak hanya protokol kesehatan fisik, tetapi juga protokol kesehatan mental. Menurut Irfan, orang cenderung fokus dengan protokol kesehatan fisik saja, padahal kebiasaan hidup yang berubah juga membuat kesehatan mental terganggu. Saat ini Peace Generation tengah mempersiapkan protokol kesehatan mental dengan melibatkan para psikolog. Dalam hal ini, gerakan lintas iman memiliki posisi yang strategis karena mereka umumnya lebih dekat dengan masyarakat dan lebih didengarkan.

Peneliti PUSAD Paramadina Irsyad Rafsadie merangkum paparan para narasumber dengan menjabarkan tantangan, peluang, sumber daya, serta hal-hal yang masih perlu ditingkatkan lagi dalam hal kerja sama antaragama. Menurutnya, krisis ini dapat memunculkan sisi terbaik manusia dan membawa perubahan ke arah yang lebih positif, atau memunculkan sisi terburuk manusia dan memperparah masalah-masalah yang sudah ada. Komunitas agama memiliki modal untuk menunjukkan sisi terbaik itu karena pengaruh dan bidang pelayanannya yang sangat luas, tidak hanya soal ibadah, tapi juga kesehatan, pendidikan, lembaga amal, dsb.

Tapi meski memiliki sumber daya besar, jarang sekali mereka bertemu membicarakan masalah dan strategi bersama. Kemitraan dengan lembaga lain seperti pemerintah, media massa, kampus, dan lembaga masyarakat lainnya juga sering kali tidak efektif dan terkesan hanya satu arah. Untuk itu, komunitas agama dan para pemangku kepentingan terkait perlu terus melintasi sekat-sekat yang ada dan memperkuat kerja sama, tidak hanya dalam menghadapi pandemi ini, tetapi juga setelahnya. Jika kelak kita berhasil menghadapi krisis sebesar ini, mestinya kita juga bisa bekerja sama untuk menghadapi masalah-masalah bersama lainnya, seperti ketimpangan, pendidikan, ketahanan keluarga, kelestarian lingkungan, dan sebagainya.