Seni dan Perjuangan Perdamaian: Belajar dari Glenn Fredly

Seni dan Perjuangan Perdamaian: Belajar dari Glenn Fredly

Wafatnya Glenn Fredly meninggalkan duka bukan saja bagi kalangan seniman, tapi juga para pekerja perdamaian. Bagaimana almarhum menggabungkan talenta seninya dengan cita-cita perdamaiannya? Apa yang bisa kita pelajari darinya? Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina menggelar diskusi online bertajuk Seni Dan Perjuangan Perdamaian: Belajar Dari Glenn Fredly pada Kamis (16/04) lalu. Diskusi yang dipandu Ihsan Ali-Fauzi ini menghadirkan pembicara Pdt. Jacky Manuputty (inisiator “Provokator Damai”, Maluku), Diah Kusumaningrum (dosen studi-studi perdamaian, Universitas Gadjah Mada) dan Angga Sasongko (sutradara film “Cahaya Dari Timur: Beta Maluku”). Diskusi yang diselenggarakan via Zoom ini juga dihadiri Lukman Hakim Saifuddin, mantan Menteri Agama RI yang pernah bersama Glenn membuat Konferensi Musik di IAIN Ambon dan Irfan Ramli, sahabat Glenn dalam berbagai kegiatan.

Pendeta Jacky mengisahkan pertemuan pertamanya dengan Glenn Fredly pada 1997 di acara keluarga di Ambon, dan sudah melihat bakat menyanyinya yang luar biasa. Sosok Glenn seperti Franky Sahilatua, orang Ambon yang besar di Surabaya, dan Franky adalah salah satu orang yang meneguhkan Glenn untuk mengambil jalur kemanusiaan. “Jika ingin membantu masyarakat Ambon, jangan dengan pikiran Jakarta. Ikut dan terjunlah ke bawah memahami perasaan masyarakat Ambon sendiri, bukan Jakarta, ungkap Franky dalam sebuah kesempatan.” Glenn kemudian mengontrak rumah di Ambon dan menjadi tempat berkumpulnya anak-anak muda dan mengajak teman-teman musisi dari Jakarta untuk tampil bersama.  Bagi Pendeta Jacky, kelebihan Glenn adalah bisa menggunakan talentanya lewat pendekatan budaya pop untuk menjelaskan situasi Indonesia Timur. Konsistensi Glenn untuk kerja-kerja kemanusiaan juga dibuktikan dengan membantu banyak lembaga seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Amnesty Internasional Indonesia, dan lain-lain. Bagi teman-teman muda di Maluku pasca konflik, sosok Glenn memberi inspirasi dan energi. Ia bisa bernyanyi bersama Tompi di trotoar bersama anak-anak muda tanpa jarak.

Diah Kusumaningrum, yang disertasinya mengangkat perdamaian sehari-hari di Ambon, mengawali obrolan dengan membicarakan konsep perdamaian. Bicara perdamaian bukan hanya soal tidak ketiadaan kekerasan, tapi juga bagaimana kekerasan struktural dan kultural itu terjadi di sekitar kita. Meski tidak kenal Glenn secara langsung, tapi Diah banyak mendengar cerita dari teman-teman di Ambon soal kiprah Glenn. Diah mencatat tiga hal utama dari kiprah Glenn: 1) memfasilitasi Perjumpaan antara komunitas di atas segregasi yang kuat; 2) menggunakan Privilese-nya dengan baik dan tidak ragu untuk berpihak; 3) membangkitkan sentimentalitas di luar kotak-kotak agama, etnis dll. “Bisa jadi,  kerja binadamai Glenn tumbuh secara alami, tanpa mengerti teori. Tapi ia bergerak alami saja lewat membangun banyak pertemanan dan menujukkan keteladanan,” pungkas Diah.

Angga Sasonggko mengisahkan pengalamannya bekerja sama selama 10 tahun lebih dengan Glenn. Menurutnya, Glenn adalah sosok yang punya karakter yang kompleks dan unik. Pertemuan pertamanya terjadi lewat “persahabatan” bukan proyek komersial. “Kami membuat proyek Save Mentawai (2010) dengan mengajak teman-teman artis dan musisi dari Jakarta untuk melihat situasinya ke sana,” ungkap Angga. Glenn juga berani dalam mengungkap masalah, dan tidak membicarakan Indonesia Timur dari eksotismenya. Glenn bergerak menggunakan “platform pop” untuk menyisipkan isu ketimpangan dan persoalan hak asasi manusia, termasuk dalam beberapa pembuatan film bersamanya. Menurut Angga ini adalah cara yang paling efektif, tanpa kehilangan fansnya, dia menghadirkan isu sosial-poltik di tengah-tengah fansya yang “galau”.

Angga percaya bahwa Glenn masih hidup dalam semangatnya dan dia bertekad untuk melanjutkannya. “Ke depan, saya ingin meneruskan cita-cita yang sudah digagas Glenn, dengan membuat Cahaya dari Timur Foundations. Isunya mulai dari peace, hak asasi manusia, dan kebebasan. Saya akan mengajak kerja sama banyak pihak, ada PUSAD Paramadina, Amnesty, Kontras, Gusdurian, dan lain-lain” pungkas Angga.

Sementara itu, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menceritakan pengalaman diajak Glenn ke Ambon dalam acara Konferensi Musik di IAIN Ambon. “karena menghormati saya, dia memakai peci seperti santri”, ungkap Lukman. Komitmen Glenn untuk isu toleransi ia tunjukkan dalam berbagai dukungan terhadap acara Gusdurian. Lukman yakin, orang-orang besar akan menumbuhkan gerakan kelompok-kelompok kecil seperti Gusdurian, dan para penggemar dan pelanjut gagasan Glenn Fredly akan tumbuh di banyak kota. Lukman berharap kita bersama bisa melanjutkan apa yang sudah dibuat oleh Glenn Fredly.

Irfan Ramli kemudian menambahkan soal kemampuan Glenn yang bisa merangkul banyak kalangan dengan cara yang kuat dan tulus. Bagi Irfan, Glenn adalah mediator konflik yang handal. Irfan berharap apa yang sudah dilakukan Glenn perlu dilanjutkan bersama.

Diskusi dan tanya jawab dengan audiens membahas berbagai soal seperti langkah-langkah binadamai yang perlu disiapkan untuk melanjutkan apa yang sudah dibuat Glenn, bagaimana membangun kesadaran masyarakat untuk bergerak, hingga bagaimana cara membuat kolaborasi seni untuk perdamaian. Diskusi ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh Pdt. Jacky Manuputty (AN).