Kekerasan akibat Lemahnya Penegakan Hukum

Kekerasan akibat Lemahnya Penegakan Hukum

JAKARTA, Kompas – Kekerasan terhadap kelompok minoritas masih terjadi meski demokrasi Indonesia semakin matang. Hal ini akibat lemahnya penegakan hukum, terutama terhadap pelaku kekerasan.

Demikian salah satu pokok pikiran dalam bedah buku Sisi Gelap Demokrasi: Kekerasan Masyarakat Madani di Indonesia, Kamis (26/2), di Jakarta. Hadir penulis buku tersebut, Sidney Jones; anggota Komisi VIII DPR, Maman Imanulhaq; Ketua Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Abidin Bagir; serta peneliti Pusat Studi Agama dan Demokrasi Paramadina, Samsul Rizal Panggabean.

”Kekerasan terhadap kelompok minoritas terus terjadi karena lemahnya penegakan hukum,” kata Jones. Ia menyebut kelompok yang melakukan kekerasan terhadap minoritas sebagai kelompok anti demokrasi, tetapi memanfaatkan ruang kebebasan demokrasi untuk melakukan anti demokrasi.

Sidney Jones mengatakan, lemahnya penegakan hukum terus dipertontonkan. Selain terhadap pelaku kekerasan, juga pada kasus pidana lain, seperti proses eksekusi yang berlarut pada Labora Sitorus serta kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri. ”Ini membuat hukum makin tak berwibawa,” katanya.

Menurut Jones, di negara lain kekerasan masih terjadi, khususnya negara berkembang. ”Namun, itu terjadi di daerah yang lembaga negaranya hampir tidak ada,” katanya. Berbeda dengan Indonesia, kekerasan justru terjadi di daerah yang ada lembaga hukum, seperti Polri, dan berkekuatan besar.

Maman mengatakan, masyarakat madani yang moderat, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, harus proaktif dalam melawan tindak kekerasan. Tidak bisa hanya menunggu. ”Misalnya, dengan memberikan masukan pada RUU Perlindungan Umat Beragama. Mengapa masih terjadi kekerasan atas nama agama atau tentang mengapa masih banyak yang menyebarkan dakwah kebencian,” katanya.

Maman berharap UU Perlindungan Umat Beragama itu nantinya bisa benar-benar melindungi semua umat beragama dari segala bentuk kekerasan.

Zainal mengatakan, setiap warga negara harus dijamin kebebasannya dalam berkumpul dan mendirikan organisasi. ”Batasnya adalah tindak kekerasan. Ketika ada kekerasan, harus segera ditindak,” katanya. (B01)

KOMPAS cetak, Jumat, 27 Februari 2015