28 Des Memperkokoh Kerukunan Berperspektif Gender đź—“
Secara nasional, anggota FKUB perempuan tidak lebih dari 9 persen dari 5.736 anggota FKUB di Indonesia. Demikian salah satu temuan dari pangkalan data tentang profil dan kinerja FKUB di 331 provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia.
Sejak 2018, PUSAD Paramadina atas dukungan Knowledge Sector Initiative (KSI), Balitbang Kemenag, dan PKUB Kemenag, mengembangkan pangkalan data tentang profil dan kinerja FKUB di Indonesia. Hingga tahu 2021, data profil FKUB telah terkumpul 60%.
Selain masalah gender, riset pangkalan data FKUB ini menemukan tiga temuan pokok, yaitu terkait kinerja pemerintah daerah, kelembagaan FKUB, peran dan kinerja FKUB. Selain itu, laporan pangkalan data ini juga diperkuat dengan kajian kualitatif di kota Bogor, kota Semarang, kabupaten Kulon Progo, dan kabupaten Jepara.
“Ada beberapa permasalahan di FKUB di antaranya perihal kinerja pemerintah daerah yang belum optimal,” ungkap Raditya, peneliti PUSAD Paramadina. Selain itu, lanjutnya, FKUB masih difokuskan kepada persoalan administrasi pengurusan rumah ibadah daripada terkait kerukunan.
Wiwin Siti Aminah, Pengurus FKUB DIY dan Peneliti Keterlibatan Perempuan dalam FKUB membenarkan data mutakhir tentang komposisi perempuan di FKUB bahwa ada peningkatan 1% partisipasi perempuan dari tahun 2018. Jika pada tahun 2018 perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 99:1 maka ditahun 2021 ini menjadi 98:1.
Perubahan ini terjadi karena ada rotasi kepengurusan. Di beberapa daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, Aceh, dan sebagainya terjadi penambahan pengurus atau hadirnya pengurus perempuan. Ia berharap semoga ke depannya terus terjadi penambahan partisipasi perempuan dalam FKUB.
Menurutnya, perlu ada perubahan pola rekrutmen FKUB. Hal ini khususnya terkait affirmative action, di mana perlu ada 30% perwakilan perempuan dalam FKUB. Terlebih lagi jika kita bicara tentang peran laki-laki dan perempuan dalam menyemai toleransi, kerukunan, pluralisme sama pentingnya dan memiliki peran real di masyarakat.
Lebih lanjut Wiwin menyampaikan bahwa tantangan dari komposisi pengurus tidak hanya perspektif dari pengurus harian dan Ketua FKUB melainkan majelis agama. Majelis agama merupakan koor utama penentu wajah-wajah pengurs FKUB. Jika majelis agama hanya mengirimkan perwakilan laki-laki maka sulit ada keterwakilan perempuan dalam kepengurusan FKUB. Untuk itu, lebih lanjut perlu ada ketentuan terkait rekrutmen anggota dan pengelolaan organisasi. Wiwin mendukung rekomendasi yang disampaikan PUSAD Paramadina.
PUSAD Paramadina memberikan beberapa rekomendasi saat peluncuran Pangkalan Data FKUB pada 28 Desember 2021. Adapun rekomendasi yang diusulkan di antaranya: Pemerintah pusat harus mendesak pemerintah daerah untuk menjalankan amanat pemeliharaan kerukunan seperti tertera pada UU 23 (2014) tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah pusat harus membatasi tindakan atau kebijakan pemerintah daerah yang mempersulit masalah pendirian rumah ibadat pada Rancangan Peraturan Presiden tentang Kerukunan.
Rancangan Perpres Kerukunan juga perlu memasukkan ketentuan yang 10 dapat meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas FKUB, misalnya dengan membuat panduan dan ketentuan terkait rekrutmen anggota dan pengelolaan organisasi. Pemerintah perlu menyusun panduan mengenai pengajuan, pengelolaan, dan pemanfaatan anggaran bagi FKUB.
FKUB perlu didorong untuk lebih meningkatkan perannya di bidang dialog antar-agama dengan memperbanyak peran sebagai fasilitator dan penengah di masyarakat. Pemerintah harus mendorong agar FKUB menggalakkan kegiatan-kegiatan intinya yang bersifat edukatif dan mendorong dialog keseharian yang mempererat kohesi sosial. Pemerintah perlu menjadi rumah bagi pangkalan data profil dan kinerja FKUB di Indonesia.
Wiwin menyampaikan saran untuk keberlanjutan studi FKUB, “Penelitian perihal FKUB sebaiknya tidak hanya berhenti kepada forumnya melainkan juga majelis agama. Hal ini karena majelis agama merupakan koor dari FKUB. Majelis agama memiliki hak prerogatif dalam mengirimkan perwakilannya.”