Dialog Muda di Tasikmalaya

Dialog Muda di Tasikmalaya

Sebagai upaya memperkuat dialog dan toleransi terhadap kesadaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Jawa Barat, Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Paramadina, menjalin program yang diberi nama Respect and Dialogue (READY). Bergabung dalam program tersebut konsorsium bersama LBH Jakarta, Wahid Institute, Fahmina Cirebon, dan HIVOS Rosea. Dengan tema membangun dialog dan toleransi untuk pemuda di Tasikmalaya, kegiatan READY ini dilaksanakan pada 30 September-3 Oktober 2015.

Bekerjasama dengan Lingkaran Kajian Agama dan HAM (LKAHAM) Tasikmalaya, pelatihan ini diikuti tiga puluh dua peserta yang berasal dari berbagai komunitas pemuda di Tasikmalaya, untuk berbagi pengetahuan dan keterampilan baru dalam membangun dialog perdamaian di komunitasnya. Selain materi pelatihan pemuda mengenai Hak asasi manusia, kewargaan, dan toleransi, pada pelatihan tersebut peserta juga diajak untuk mengunjungi pusat perlindungan perempuan Puspita di Tasikmalaya. Posisi kaum muda menjadi pemegang kepentingan yang potensial untuk membawa perubahan lebih baik ke depan dalam mengupayakan dialog dan keasadaran kemanusiaan bersama.

Para pembicara selain para staf peneliti PUSAD, juga tokoh agama dan jurnalis di Tasikmalaya. Selama empat hari, peserta bersama fasilitator dan narasumber terlibat dalam kegiatan pelatihan melalui berbagai pendekatan seperti ceramah interaktif, diskusi dan presentasi kelompok, permainan, ekskursi, serta pemutaran dan diskusi film. Setiap harinya, kegiatan dibagi dalam beberapa sesi yang dimulai pukul 09:30 hingga 18:00 WIB. Dalam setiap sesi, tim fasilitator dan narasumber secara bergantian menyampaikan materi yang menjadi keahliannya.

Peserta mendapatkan materi mengenai Pemolisian Konflik Agama yang menghadirkan Bapak Didik, perwakilan dari divisi intelijen kepolisian Tasikmalaya, dan direktur PUSAD, Ihsan Ali-Fauzi. Dalam sesi kedua peserta diajak mendiskusikan isu Agama dan Perdamaian bersama Ihsan Ali-Fauzi sebagai pembicara. Sebelum diskusi, diputarkan film dokumenter The Imam and The Pastor (2008) yang mengisahkan kerjasama dua pemuka agama dalam menangani konflik agama di Nigeria. Sesi selanjutnya adalah Pemuda Indonesia yang difasilitasi oleh Ayu Mellisa. Melalui sesi ini, peserta diajak mengenali diri melalui tes Myer Briggs Type Indicator (MBTI) dan mendiskusikan kontribusi pemuda bagi bangsa.

Sesi materi mengenai Negara Bangsa, yang difasilitasi oleh Husni Mubarok. Husni memulai sesi ini dengan mempertajam pemahaman peserta akan konsep identitas. Peserta kemudian diajak untuk menyaksikan dan mendiskusikan beberapa video mengenai bangsa Indonesia, demokrasi, dan HAM. Dalam sesi ini hadir narasumber KHDidi Hudaya yang merupakan Ketua Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) Kota Tasikmalaya. KH. Didi menyampaikan kaitan antara agama, Islam, dan negara. Dalam paparannya, KH. Didi menyampaikan pentingnya pemenuhan hak-hak kewarganegaraan dan kewajiban kaum muslim sebagai warga negara yang harus tertib pada aturan negara.

Untuk memahami Konflik dan Perdamaian, fasilitator menyampaikan materi mengenai pengertian, jenis-jenis, dan siklus konflik dengan menggunakan ilustrasi peristiwa sehari-hari. Paska memahami konflik, fasilitator memperkenalkan strategi penyelesaian konflik yang bisa dibedakan menjadi strategi lembut, keras, dan berprinsip. Beberapa peserta kemudian bermain peran untuk menjalankan model strategi tersebut.

Strategi Komunikasi juga diberikan dalam rangka memahami arus informasi yang kadang simpang-siur dalam sebuah peristiwa. Para peserta dilatih bagaimana bermain membuat pesan berantai untuk memahami bagaimana informasi bisa disebarkan. Peserta juga berdiskusi dengan Duddy RS, pimpinan redaksi Kabar Priangan Tasikmalaya. Duddy menyampaikan pentingnya kewaspadaaan dalam menyebarkan informasi, terutama melalui media sosial. Menurut Duddy, media sosial akan sangat berguna untuk kampanye positif mengenai dialog perdamaian.

Selain itu, dilakukan kunjungan pada lembaga Pusat Perlindungan Wanita (Puspita) Tasikmalaya yang berada di wilayah pesantren Cipasung. Para peserta antusias berbincang-bincang soal perlindungan perempuan dengan Ibu Dra. Enung Nur Saidah. Walaupun dalam kondisi kurang sehat, Ibu Enung dapat memberikan perspektif baru mengenai perlindungan perempuan kepada peserta.

Evaluasi pelatihan dan merancang rencana tindak lanjut dilakukan pada akhir pertemuan. Lewat permainan kursi yang bertujuan untuk melatih kekompakan kelompok, serunya suasana dan kekompakkan peserta terlihat dalam forum READY kali ini. Sebuah kebersamaan yang terbangun akan bermanfaat dalam pelatihan tingkat selanjutnya.

Harapannya, pelatihan awal ini bermanfaat untuk memulai perjumpaan antara pemuda masing-masing komunitas di Tasikmalaya. Peserta angkatan pertama ini diharapkan dapat membangun jaringan dengan peserta pelatihan pemuda tingkat dasar angkatan ke-2 yang akan dilakukan pada akhir Oktober ini. Mereka akan dipertemukan dalam pelatihan tingkat lanjutan pada bulan November 2015.***