Duapuluh Tahun Konflik Poso, Sulawesi Tengah: Reradikalisasi, Rekonsiliasi, dan Upaya-upaya Binadamai

Keterangan foto: Pernyataan dukungan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) kepada Negara Islam di Irak dan Syria (ISIS)

Duapuluh Tahun Konflik Poso, Sulawesi Tengah: Reradikalisasi, Rekonsiliasi, dan Upaya-upaya Binadamai

Transisi demokrasi di Indonesia pada 1998 diiringi konflik-konflik kekerasan di tempat-tempat seperti Ambon, Maluku Utara, dan Poso. Namun, berbeda dari konflik-konflik kekerasan di tempat-tempat lain, konflik kekerasan di Poso, Sulawesi Tengah, masih berlangsung hingga sekarang.

Mengapa aksi-aksi kekerasan di Poso masih terus terjadi? Jika dulu konflik kekerasan bermula sebagai konflik komunal Muslim dan Kristen, mengapa belakangan konflik itu berubah menjadi serangan kelompok-kelompok Muslim tertentu kepada target-target Kristen tertentu atau wakil-wakil pemerintah seperti Polri? Apakah kaitan aksi-aksi kekerasan teroris oleh Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dengan peristiwa kekerasan komunal yang bermula dua dekade lalu? Mengapa upaya-upaya perdamaian yang sudah dilakukan selama ini belum mendatangkan hasil maksimal?

Laporan ini menggarisbawahi tiga temuan utama. Pertama, aksi-aksi teroris kelompok MIT bukan merupakan bukti bahwa masyarakat Poso kini mengalami reradikalisasi. Kedua, meski dukungan masyarakat kepada kelompok MIT kini hampir tidak ada, rekonsiliasi di antara mereka belum berlangsung penuh. Kedamaian di Poso masih rentan diganggu oleh sisa-sisa pengaruh ideologi garis keras. Ketiga, langkah-langkah penguatan infrastruktur binadamai sudah berlangsung cukup baik di Poso, seperti tampak dalam sektor-sektor keamanan, pendidikan, dan sosial-budaya. Langkah-langkah di atas dilakukan oleh pihak-pihak pemerintah, khususnya Polri yang makin mendahulukan sisi pencegahan dari tumbuhnya ekstremisme kekerasan, para pemimpin agama yang makin mengarusutamakan pendidikan terbuka dan moderat, dan para aktivis muda di bidang perdamaian dan lintas-agama yang makin rajin membangun jembatan di antara kedua komunitas agama dominan di Poso. Sayangnya, langkah-langkah itu masih kurang memperoleh dukungan seperti yang seharusnya diterima.

Jakarta, Mei 2019