Gerakan Melawan Hasutan Kebencian dari Pontianak

Gerakan Melawan Hasutan Kebencian dari Pontianak

Meningkatnya polarisasi sektarian di Indonesia pada beberapa tahun terakhir ini ditandai dengan merebaknya hasutan kebencian (hate provocation), yang hampir dapat dipastikan akan meningkat kembali menjelang Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 mendatang. Salah satu daerah yang dianggap rentan menjadi lokasi merebaknya penggunaan hasutan kebencian dalam pilkada adalah Provinsi Kalimantan Barat

Dalam rangka mencegah beredarnya hasutan kebencian dan memperkuat kapasitas masyarakat sipil di Kalimantan Barat, Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD Paramadina) bersama Jaringan Gusdurian, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), dengan didukung International Foundation for Electoral System (IFES) menggelar Lokakarya. Digelar pada 4-5 Juni 2018, diikuti dua puluh peserta pelatihan perwakilan dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), mitra Lembaga Masyarakat Sipil (LSM), jurnalis, mahasiswa, dan pegiat perdamaian di Kalimantan Barat.

Kekhawatiran yang muncul terkait situasi politik di Kalimantan Barat menjelang pemilihan kepala daerah ini adalah sejarah kekerasan etnis yang pernah terjadi, meningkatnya ketegangan di antara kelompok-kelompok masyarakat sebagai imbas Pilkada Jakarta 2017, dan adanya potensi pendukung pihak yang kalah tidak menerima hasil pilkada, menjadi faktor pemantik terjadinya konflik kekerasan (IPAC, 2018).

Menurut Ihsan Ali-Fauzi, Direktur PUSAD Paramadina, banyak pengamat politik dan pemantau Pemilu memprediksi pilkada serentak dan pilpers mendatang akan diwarnai oleh pemanfaatan politik identitas, khususnya agama dan etnis, untuk mengalahkan lawan politik. “Pemanfaatan identitas agama dan etins merupakan entitas yang sah menurut teori demokrasi. Namun yang membahayakan adalah ketika politisi tertentu memanfaatkan politik indentitas untuk menjatuhkan lawan-lawan politik dengan cara-cara yang kotor, sehingga dapat menghancurkan demokrasi dan kesatuan Republik Indonesia,” ungkap Ihsan.

Senada dengan hal tersebut, Muhammad dari Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalbar menyampaikan situasi wilayah Kalimantan Barat yang terdiri dari beragam agama dan etnis, sehingga politisasi SARA dalam pemilihan kepala daerah kali ini rentan terjadi. “Pada 14 Febuari 2018 lalu kami membuat deklarasi untuk menolak politasi SARA. Ujaran kebencian yang terjadi di sini membawa sentimen kelompok agama tertentu. Maka salah satu cara mengatasinya adalah dengan membuat deklarasi dengan sejumlah pemuka agama di Kalimantan Barat,” ungkap Ketua Pengawas Pemliu tersebut.

Dian Lestari dari Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) menyampaikan beberapa contoh ujaran kebencian yang marak terjadi. Dari ulasan buku “Pelintiran Kebencian” karya Cerian George yang dibagikan ke peserta lokakarya, Dian menemukan hal-hal yang serupa terjadi di dunia jurnalistik yang dia kerjakan. “Rumusan-rumusan ini sangat penting perlu kita pahami. Jurnalis terkadang juga bagian dari penyebaran hoax ketika tidak melakukan verifkasi atas berita yang diliput,” papar Dian. Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) sendiri sudah mendeklarasikan gerakan Anti Hoax di Kalimantan Barat sejak Maret 2017 dan aktif menangkal sejumlah isu pelintiran kebencian.

Peserta pelatihan dari perwakilan Forum Kerukuan Umat Beragama (FKUB) megapresiasi lokakarya ini karena membuatnya bisa berkolaborasi dengan banyak orang. “Saya senang dengan acara ini bisa ketemu akademisi, anak-anak muda, wartawan, dengan masing-masing peran melakukan upaya bersama menangkal ujaran kebencian. Saya berharap kegiatan ini jangan hanya menjelang Pilkada, tapi terus dilakukan untuk menjaga NKRI,” ungkap pendeta Iwan Luwuk, Sekretaris FKUB Kota Pontianak.

Dalam lokakarya dua hari tersebut menghadirkan narasumber dari peneliti PUSAD Paramadina, jurnalis Kalimantan Barat, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalbar dan Ketua Pengawas Pemilu Kalbar, para peserta dijelaskan beragam materi teknik menangkal pelintiran kebencian. Beragam materi disampaikan mulai dari bagaimana memahami konsep hasutan kebencian, identifikasi isu yang berkembang (online dan offline), merumuskan pendekatan kontra narasi, strategi menyebarkan kontra narasi dan melakukan simulasi dalam membuat kontra narasi dan menyebarkannya pada publik.***