Glokalisasi Pengaruh ISIS di Asia Tenggara

Glokalisasi Pengaruh ISIS di Asia Tenggara

Banyak pihak mengatakan bahwa ISIS (Islamic State of Iraq and Syam) secara aktif memperluas pengaruhnya dan merekrut simpatisan dari berbagai berlahan dunia. Namun peneliti Kirsten Schulze berargumen bahwa tidak selalu demikian. Dalam konteks Asia Tenggara, banyak kelompok-kelompok lokal yang sebenarnya menggunakan pengaruh ISIS yang mendunia untuk memenangkan pertarungan kelompok di tingkat lokal. Contohnya adalah kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang pernah meminta relasi dengan Al-Qaeda untuk memperkuat posisinya di kontestasi kelompok Islam di Indonesia, namun ditolak. Akhirnya ia meminta dukungan dari ISIS untuk mendukungnya. Fenomena ini menjelaskan glokalisasi pengaruh ISIS di dunia.

Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD), Yayasan Paramadina mengadakan diskusi dengan menghadirkan narasumber Kirsten Schulze, Associate Professor London School of Economics and Political Sciences, Inggris. Diskusi ini membahas artikel terbaru Kirsten yang ditulis bersama Joseph Chinyong Liow Making Jihadis, Waging Jihad: Transnational and Local Dimensions of The ISIS Phenomenon in Indonesia and Malaysia pada Jumat 6 April 2018 di Jakarta.

Penelitian ini merupakan komparasi gerakan kelompok ekstrem Islam di Indonesia dan Malaysia. Akibat data yang kurang cukup memadai, Filipina tidak masuk dalam studi komparasi ini. Penelitian dilakukan dengan studi dokumen, literatur, dan wawancara ke beberapa pihak. Ia sangat terbantu dengan kontak yang dimiliki sebelumnya pada konflik Ambon dan Poso untuk menjalin koneksi dengan kelompok-kelompok Islam di Indonesia. Ia juga terbantu dengan ketatnya kompetisi kelompok Islam yang mengeluarkan banyak pernyataan publik. Wawancara dilakukan kepada orang-orang baru (newbies) dan mereka yang berada di level menengah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa persamaan dari kedua negara yang memfasilitasi naiknya simpati pada ISIS, antara lain: penggunaan narasi akhir zaman; narasi anti-syiah yang serupa dengan sentiment anti-syiah di politik lokal; serta peran negara. Di Indonesia, absennya negara memberi kesempatan kelompok radikal untuk memproduksi narasi dan menarik simpati masyarakat sangat luas. Situasi di Malaysia berkebalikan dengan yang terjadi di Indonesia. Posisi negara berkontribusi dalam pembentukan citra ‘muslim yang baik’ sehingga memungkinkan meningkatnya simpatisan pro-ISIS.

Tahun 2014 dan 2015 menjadi puncak simpatisan ISIS dari Asia Tenggara berbondong-bondong pergi ke Suriah untuk berjihad. Di Malaysia, proses rekrutmen dilakukan secara online dengan target masyarakat menengah urban. Mereka memiliki kemampuan untuk membiayai perjalanan mereka ke Suriah. Berbeda dari persepsi kebanyakan, di Indonesia proses rekrutmen untuk masuk ke organisasi dilakukan secara tatap muka dan diorganisasi oleh kelompok tertentu.

Salah satu penyebab berkurangnya jumlah simpatisan ISIS dari Asia Tenggara adalah lokasi geografis. Terbatasnya akses dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan menjadi faktor pendorong. Alih-alih, jihad mulai dilakukan di masing-masing negara untuk mendirikan negara Islam. Kebijakan antiterorisme dari kedua negara dan meningkatnya pengaruh Islam dalam politik kedua negara juga berkontribusi dalam mengurangi jumlah jihadis yang pergi ke Suriah.

Dalam konteks ISIS, perempuan memiliki peran yang spesifik dalam proses radikalisasi dan rekrutmen, namun tidak pada perempuan di Asia Tenggara. Isu perempuan dan anak-anak juga perlu diperhatikan terutama bagi para deportan. Ada beberapa anak yang menjadi korban dalam proses ini. Di Eropa, mereka dipisahkan dari orangtuanya untuk mencegah radikalisasi dari orangtua. Di Indonesia, khususnya, belum ada program apapun untuk menangani anak-anak dan perempuan.

Reading in Social Sciences merupakan salah satu program diskusi rutin membahas artikel-artikel di bidang ilmu sosial. Program ini menjadi salah satu upaya PUSAD Paramadina dalam peningkatan kapasitas dan menjadi laboratorium peneliti muda dalam melakukan riset sosial yang inovatif dan berorientasi pemecahan masalah.***