Pemilu dan Jalan Non-Kekerasan Para Jihadis

Pemilu dan Jalan Non-Kekerasan Para Jihadis

Terorisme dan ekstremisme selama ini lebih banyak dilihat dalam ranah kajian keamanan (security). Laporan Kehidupan Beragama di Indonesia edisi ini menawarkan jalan lain dalam merespons ancaman terorisme dan ekstremisme. Belajar dari pengalaman di Poso, Sulawesi Tengah, dan Bima, Nusa Tenggara Barat, laporan ini menunjukkan bahwa pemilu tahun 2019 berhasil menyediakan saluran non-kekerasan terhadap aspirasi politik sebagian anggota kelompok ekstrem yang pernah terlibat dalam sejumlah kasus terorisme.

Meskipun pemilu memikat lebih banyak jihadis di Poso daripada mereka yang tinggal di Bima, jelas terlihat ada peningkatan keterbukaan terhadap pemilu di kalangan jihadis yang selama ini menganggap pemilu sebagai praktik thaghut (tiran anti-Islam). Banyak kalangan jihadis yang melihat kontestasi Pemilu 2019 sebagai medan perjuangan umat Islam. Lebih dari itu, tidak sedikit dari kalangan mantan kombatan di Poso yang melihat pertarungan dalam kancah demokrasi sebagai pilihan yang lebih realistis daripada mengulang perang masa lalu. Cerita dari Poso dan Bima ini juga memberi pelajaran tentang pentingnya memperluas pilihan-pilihan respons terhadap ancaman esktremisme melampaui pendekatan keamanan.

Laporan ini ditulis oleh Ihsan Ali-Fauzi, direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD), Yayasan Paramadina, Jakarta, bersama Irsyad Rafsadie dan Siswo Mulyartono, dua peneliti di lembaga yang sama. Laporan ini diterbitkan dalam kerja sama antara PUSAD dan CRCS UGM. Silakan klik tautan dibawah untuk selengkapnya.

Laporan ini sebelumnya telah terbit di website CRCS UGM Link

DOWNLOAD