Membincang Islam Ramah di Tasikmalaya

Membincang Islam Ramah di Tasikmalaya

“Saya sangat senang ketika ada pembahasan tentang toleransi di kota Tasikmalaya. Saya senang karena kita harus jujur bahwa Tasikmalaya itu kota santri, tapi sejumlah penelitian mencatat, disertasi nyatanya, Tasikmalaya itu lebih kental Islam “kerasnya” daripada Islam “santunnya”. Lebih kental nuansa kekerasannya daripada nuansa kelembutannya,” ungkap Fauz Noor, Ketua Lakpesdam NU Tasikmalaya.

Sebagai upaya untuk membangun dialog dan menumbuhkan rasa toleransi di kalangan anak muda, komunitas Ready (alumni pelatihan PUSAD Paramadina), yang terdiri dari anak-anak muda Kabupaten Tasikmalaya menyelenggarakan halaqoh dengan tema “Meredam Konflik Keagamaan” pada 30 Juni 2016 di Cipasung, Singaparna, Tasikmalaya.

Bertemunya sejumlah komunitas anak-anak muda dari berbagai lapisan kelompok keagamaan menjadi perhatian khusus Fauz Noor. Karena disadari bahwa Jawa Barat sebagai wilayah terbesar jumlah penduduknya, dengan problem keagamaan, khususnya di Tasikmalaya bisa menjadi tempat berkumpulnya komunitas anak-anak muda. Mereka dari berbagai lapisan seperti NU, Muhamadiyah, Persis, IJABI, Ahmadiyah, bisa berkumpul dan membahas tentang kebhinekaan dan kebangsaan.

Acara yang dipandu Gugun Abdul berlangsung meriah dengan dibagikannya makalah dari pembicara. Bertempat di saung lesehan Cipasung, Singaparna, acara dimulai pada pukul 16:00 dengan dihadiri sekitar dua puluhan peserta yang hadir. Gungun selaku ketua panitia berharap generasi penerus agama, penerus bangsa, bisa sama-sama membangun agama dan membangun bangsa ini dengan sebaik-baiknya.

Fauz Noor (Ketua PC Lakpesdam NU kota Tasikmalaya) menyampaikan prihal sejarah kekerasan dan bagaimana Indonesia lahir oleh semangat keberagaman dan persatuan. Tapi semangat itu akhir-akhir ini luntur dengan adanya sejumlah kasus Intoleransi.

Bagi Fauz Noor, perbedaan itu adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. “Perbedaan harus kita jadikan sebagai rahmat. Semua orang berhak mengembangkan keyakinannya. Toleransi bukan berarti membenarkan keyakinan orang lain, tapi menghormati haknya,” Sambung Fauz Noor yang juga dimintai masukan Kementrian Agama atas rancangan RUU Kerukunan Umat Beragama.

Acara kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab. Pada penutup acara, Fauz Noor mengakhiri dengan “manusia itu musuh dari ketidaktahuannya”. Jadi, manusia itu akan cenderung membenci dari apa yang tidak diketahuinya. Selanjutnya acara ditutup dengan buka bersama.***

Penulis: Gugun Abdul