Mengembalikan Persaudaraan Sesama Makhluk Tuhan di Tengah Wabah Corona

Mengembalikan Persaudaraan Sesama Makhluk Tuhan di Tengah Wabah Corona

Diskusi ini adalah seri terakhir dari diskusi daring seputar pandemi Covid-19 bersama Haidar Bagir, Pemimpin Penerbit Mizan dan Penggerak Islam Cinta. Diskusi pemungkas ini awalnya bertajuk “Mengembalikan Persaudaraan  Manusia di Tengah Wabah Corona”, namun Haidar memperluas pembahasannya menjadi sesama makhluk Tuhan di muka bumi.  Ia merasa pandemi Covid-19 ini bukan hanya memengaruhi kehidupan manusia, melainkan semua makhluk ciptaan-Nya.

Diskusi ini bermula dari pertanyaan, sejauh mana Pandemi Covid-19 telah membentuk kesadaran baru tentang persaudaraan sesama makhluk Tuhan? Bagaimana agar persaudaraan sesama makhluk Tuhan bertahan pasca Pandemi Covid-19? Diskusi kali ini dipandu oleh Husni Mubarok, Peneliti Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina, dan diselenggarakan pada Jumat, 15 Mei 2020, via aplikasi telekonferensi Zoom dan disiarkan langsung oleh kanal Youtube PUSAD Paramadina.

Haidar membuka diskusi dengan memberikan pengertian dasar tentang persaudaraan yang dikutip dari al-Qur’an surat Al Hujurat ayat 13 berbunyi, Yā ‘Ayyuhā An-Nāsu ‘Innā Khalaqnākum Min Dhakarin Wa ‘Unthaá Wa Ja`alnākum Shu`ūbāan Wa Qabā’ila Lita`ārafū ‘Inna ‘Akramakum `Inda Allāhi ‘Atqāku. Haidar menafsirkannya, “Sesunguhnya Kami ciptakan kalian dari jiwa yang satu, jiwa yang satu itu adalah jiwanya Nabi Adam, namun lebih tinggi lagi cahaya Nabi Muhammad Saw, karena jiwa yang pertama diciptakan Allah Swt menurut berbagai hadits adalah jiwanya Nabi Muhammad Saw,” jelas Haidar.

Ia juga menguatkan argumentasinya dengan mengutip hadits yang banyak digunakan oleh ulama-ulama sufi. Hadits ini mungkin dianggap  dhaif dari periwayatnya, tapi shahih lighairihi dari segi kontennya. Shahih lighairihi adalah hadits yang kontennya diperkuat oleh hadits-hadits lain dan al Qur’an. Dalam hadits itu dikatakan bahwa dunia ini diciptakan dari cahayanya Nabi Muhammad Saw. Cahaya itu bersumber dari Allah Swt, maka semua makhluk adalah manifestasi (tajali) dari Allah Swt. Dari sanalah Haidar menyimpulkan bahwa semua makhluk adalah saudara kandung karena bersumber dari jiwanya Allah Swt.

Namun ia menegaskan, saudara sekandung atau keluarga yang dimaksud bukan secara biologis, karena Allah Swt tidak melahirkan dan tidak dilahirkan (lam yalid wa lam yulad). Menurut Haidar, Nabi Muhammad Saw pun pernah berkata demikian, bahwa sesama manusia dari zaman Nabi Adam sampai hari Kiamat adalah keluarga Allah (‘iyyalullah), dan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling baik kepada keluarganya. “Jika saling memahami maka akan saling bersaudara. Artinya kalau ada yang salah dimaafkan, ada yang kurang dibantu, dan ada yang susah dimudahkan,” tuturnya.

Di sisi lain, Haidar menggaris-bawahi ayat lain dari surat Al-Hujurat, yaitu ayat ke-10 yang berbunyi innamal-mu`minụna ikhwah, “setiap orang mukmin bersaudara”. Arti dari ayat tersebut lebih spesifik mengarah kepada orang mukmin. Namun, Haidar menjelaskan bahwa Allah mempunyai dua sifat utama yaitu, arrahman dan arrahim. Arrahman itu belas kasih-Nya yang bersifat universal kepada semua makhluk, baik dia beriman atau kafir, dan ada sifat arrahim, kasih sayangnya yang lebih spesifik. Jadi ayat innamal-mu`minụna ikhwah tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang menjelaskan semua makhluk Allah itu adalah saudara. “Prinsip dasar yang sudah dijabarkan itu sangat penting, karena sekarang bukan saja prinsip itu diabaikan, tapi bahkan kita melanggar prinsip itu,” tutur Haidar. Haidar menilai prinsip dasar yang sudah dijelaskan adalah fitrah manusia.

Sementara itu, pandemi Covid-19 ini adalah bentuk teguran Allah kepada manusia yang sudah lama abai terhadap sesama makhluk Tuhan. Wabah ini adalah cara Allah mengguncangkan manusia agar sadar dan memberi ruang kepada jiwa untuk kembali kepada fitrahnya yang sudah tertutup karena mengejar hal-hal keduniaan secara berlebihan. Dengan adanya pandemi Covid-19 perhatian manusia dialihkan kepada korban yang terinfeksi, tenaga medis yang mempertaruhkan nyawanya untuk menangani korban, dan para pelaku usaha yang ekonominya terdampak. Dengan adanya pandemi Covid-19, manusia menjadi lebih peka terhadap penderitaan sesamanya.

Di sisi lain, alam pun menjadi lebih bersih dari polusi, dan hewan-hewan berkembang biak seperti seharusnya. Setelah Haidar selesai memaparkan materinya, acara berlanjut dengan tanya jawab peserta diskusi. Secara keseluruhan ada 100 orang yang terlibat dalam diskusi ini, baik yang ada di ruang Zoom dan menyaksikan langsung di Youtube PUSAD Paramadina.

Di akhir diskusi ini, Haidar mengharapkan dengan adanya pandemi Covid-19, manusia kembali pada fitrahnya untuk saling mengasihi sesama makhluk Allah. Dengan saling mengasihi, manusia akan mendapatkan kebahagiaan hidup yang sejati. Kendati hawa nafsu selalu membayangi manusia untuk melakukan tindakan yang berlawanan dengan fitrahnya. Jangan sampai pandemi ini berlalu tanpa ada hikmah yang bisa diambil. “Jangan sampai kita melewati musibah ini tanpa kasih sayang,” pungkas Haidar.***

Rekaman diskusi  ini dapat disimak di kanal YouTube PUSAD Paramadina:

https://bit.ly/PUSAD-IslamCinta5