Saatnya Buaya Telan Reformasi?

Saatnya Buaya Telan Reformasi?

Di prospektus Yayasan Paramadina, ada foto Nurcholish Madjid (Cak Nur/almarhum) dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berdampingan. Foto itu diambil pada 2004 ketika mereka meluncurkan Indonesia Kita, buku Cak Nur terakhir, terbitan Gramedia. Waktu itu Presiden SBY berjanji akan menjalankan 10 agenda reformasi yang dikemukakan Cak Nur dalam buku itu.

Mungkin kini kami di Yayasan Paramadina harus menulis prospektus baru. Atau setidaknya mencopot dan mengganti foto di atas. Itu karena komitmen SBY memberantas korupsi makin perlu kita pertanyakan belakangan ini. Episode terbarunya melibatkan nama Cak Nur, yang bisa merusak reputasinya, dan kampanye anti-korupsi, kolusi, dan nepotisme di Tanah Air.

Di depan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Jumat lalu, Kepala Kepolisian RI, salah satu anak buah SBY, berperan penting mengait-ngaitkan nama Cak Nur dengan Chandra Hamzah dan M.S. Kaban, yang disebut-sebut terlibat korupsi. Kaitan ini sudah dibantah, tidak hanya oleh istri Cak Nur, Omi Komariah Madjid, tapi juga oleh Chandra dan Kaban sendiri. Jadi pengaitan itu jelas tanpa dasar.

Hanya ada dua kemungkinan mengapa ini terjadi. Pertama, informasi yang dikumpulkan Polri jelas keliru atau salah. Kata seorang komentator, nilai informasinya hanya seperti gosip untuk infotainment. Kemungkinan kedua, Polri tahu bahwa informasi itu salah, tapi mereka memilih untuk berbohong.

Apa pun alasannya, Kapolri harus minta maaf untuk kesalahan itu, terutama kepada keluarga Cak Nur.

Tapi, di luar itu, apa makna lebih jauh dari peristiwa ini? Sejauh mana kita layak membawa masuk SBY dalam percakapan soal ini? Saya kira kita perlu menggarisbawahi satu hal mahapenting: betapa tidak masuk akalnya kesewenang-wenangan Polri dalam menangani kasus yang superpenting ini. Anda bayangkan sendiri: Polri mendasarkan tuduhan kepada Chandra, yang bisa membawa akibat pada pelemahan secara mendasar institusi Komisi Pemberantasan Korupsi, hanya kepada kabar atau “sas-sus” yang sepenuhnya salah.

Ingat, Polri menuduh Chandra tidak menindaklanjuti kasus kemungkinan korupsi Kaban hanya karena dia berutang budi kepada Kaban untuk mengawini putri Cak Nur. Jika dibenarkan, tuduhan ini tidak hanya menghancurkan reputasi Chandra sebagai pribadi, tapi juga melemahkan KPK sebagai institusi.

Yang membuat kita tambah miris adalah tuduhan palsu itu, yang penuh kesewenang-wenangan , disampaikan Kapolri dengan gaya amat rileks, seakan menggambarkan sopan santun seorang “Timur”, seraya berlaku innocent dan berdiri di atas prinsip praduga tak bersalah. Perhatikan bahwa nama Cak Nur disebutkan dengan inisial “N”, sambil mengindikasikan bahwa dia adalah seorang tokoh nasional, bahkan “panutan kita”.

Saya ingin menggarisbawahi sisi kesewenang-wenangan ini, karena jika menyangkut tokoh seperti Cak Nur saja Polri bisa berlaku demikian, bagaimana menyangkut lainnya? Jika kemarin “cicak” yang hendak dijinakkan, jangan-jangan kali ini seluruh agenda reformasi hendak ditelan! Dengan kesewenang-wenangannya “memainkan” hubungan segitiga Chandra, Kaban, dan Cak Nur, Kapolri telah melukai tidak hanya keluarga Cak Nur, tapi juga jutaan rakyat Indonesia yang sudah muak terhadap praktik korupsi di Tanah Air.

Sayangnya pula, hati nurani anggota Komisi III DPR sepertinya terlalu tumpul untuk bisa menangkap masalah-masalah di atas. Di luar pernyataan yang umumnya memberi dukungan, hanya segelintir orang yang cukup kritis menanggapi pernyataan Kapolri itu. Karena alasan-alasan di atas, kita patut membawa SBY masuk dalam perbincangan ini. Bagaimanapun, Kapolri adalah anak buahnya, alatnya di dalam menjalankan roda pemerintahan. Publik tidak perlu lagi diceramahi mengenai perbedaan antara intervensi dan ketidaktegasan, karena mereka sekarang sudah lebih cerdas terhadap hal itu.

Entah apalagi yang bisa menggerakkan SBY, yang mengenal baik Cak Nur, agar bisa mengambil tindakan tegas kepada Kapolri atas pernyataannya yang tidak berdasar itu. Dengan pernyataan itu, Kapolri telah menghambat pemberantasan korupsi di negeri ini, sesuatu yang selalu dijanjikan SBY dan menjadi kepedulian utama Cak Nur sepanjang hayatnya. So, Mr President: act firmly–and quickly! Atau kami mencopot foto Anda bersama Cak Nur, rekan Anda tokoh reformasi itu, dari prospektus kami. For now, you can’t rely on Fox to fix everything!

Koran Tempo, 10 november 2009
Rubrik Pendapat