Santri Bina Damai dan Muktamar NU

Santri Bina Damai dan Muktamar NU

Pada 1-5 Agustus 2015 Nahdlatul Ulama (NU) menggelar muktamar ke-33 di Jombang Jawa Timur. Terdapat empat pesantren yang menjadi tempat perhelatan: Bahrul Ulum Tambak Beras, Bahrul Ulum Peterongan, Manbaul Maarif Denanyar, dan Pesantren Tebu Ireng Jombang, disiapkan untuk tempat ribuan muktamirin yang hadir. Dengan tema “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Dunia,” mengundang resmi peserta muktamar empat ribu orang dari berbagai cabang di seluruh wilayah Indonesia. Sejumlah isu dan tema dibahas dalam Muktamar kali ini, diantaranya fenomena kekerasan atas nama agama, HAM dan bahsul masail keislaman lainnya.

Muktamar ke-33 kali ini Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina sebagai lembaga yang mengusung visi mengembangkan interaksi damai antara agama dan demokrasi, terlibat bersama-sama dalam mengembangkan gagasan Islam rahmatan lilalamin dalam forum Muktamar NU. Wajah Islam yang humanis, penebar rahmat perlu banyak digaungkan dalam forum-forum umat Islam yang lebih luas. Dengan menggelar dua diskusi bertajuk: Bina Damai Dalam Islam dan Sisi Gelap Demokrasi, menggandeng anak-anak muda NU, yakni Front Nahdiliyin, dengan diikuti sejumlah peserta dari berbagai komunitas, pesantren, mahasiswa, dan dari kalangan Nahdliyin muda yang hadir.

PUSAD mendorong para aktor dan organisasi agama, khususnya NU, untuk memerankan peranan penting dalam mencegah terjadinya konflik. Dengan dukungan teks, sejarah, dan institusi agama memiliki hubungan yang ambivalen baik dengan kekerasan maupu upaya-upaya bina-damai. Penting kiranya mendorong lebih banyak aktor dalam mencegah kekerasan dan mendorong perdamaian, khususnya dalam forum Muktamar Nahdlatul ulama yang menjadi pertemuan ribuan tokoh dan penggerak forum-forum umat Islam di seluruh pelosok Indonesia.

foto 3

Selain itu, mengembangkan jaringan antar kelompok-kelompok Islam dalam mendukung interaksi damai antara Islam dan demokrasi adalah penting adanya. Lewat menyebarkan pesan-pesan agama yang mendukung perdamaian dan demokrasi, melalui forum-forum keagamaan, dari kerja-kerja hasil riset PUSAD Paramadina. Selain forum diskusi, booth display buku-buku hasil riset PUSAD Paramadina juga dilakukan.

 Diskusi bersama kaum muda NU bertempat di kampus STIKES ICME pada satu Agustus, lokasinya di dekat forum utama Muktamar di alun-alun Jombang, dengan tema “Nirkekerasan dan Bina Damai dalam Islam” bersama Husni Mubarak, Hairus Salim (LKIS), Ubaidillah (UGM) dan Roy Murtadho (Kaum Muda NU). Husni Mubarak menjelaskan sejumlah kerangka bina-damai yang bisa dilakukan oleh NU sebagai organisasi kumpulan umat terbesar. Sejumlah prinsip dan nilai dalam Alquran, Hadis dan tradisi Islam mendukung penerapan strategi bina-damai dan nirkekerasan dalam penyelesaian sengketa dapat lebih ditekankan. Pada tingkat lokal, peran strategis para kiyai dan tokoh-tokoh NU bisa mengisi posisi kunci dalam dalam bina damai.

Sedangkan dalam diksusi “Sisi Gelap Reformasi” pada empat Agustus di STIKES ICME Jombang, bersama Irsyad Rafsadi (PUSAD Paramadina), Syafiq Hasyim (PUSAD Paramadina), Aan Anshori (JIAD Jatim), dan Roy Murtadho (Kaum Muda NU), membahas fenomena maraknya kekerasan berbasis agama. Seperti diungkapkan Irsyad Rafsadi dalam diskusi, NU sebagai lembaga masyarakat keagamaan terbesar bisa menghadapi kelompok-kelompok intoleran. Peran Nahdliyin dalam mencegah konflik kekerasan bisa dilakukan lebih aktif. Misalnya dalam kasus Syiah di Sampang, jamaah Ahmadiyah di Cikesik, peran tokoh-tokoh NU bisa lebih maksimal. Posisi PBNU diharapkan bisa menaungi kelompok minoritas agama secara lebih kongkrit.

foto 2

Berbeda dari Muktamar sebelumnya, menariknya pada Muktamar ke-33 ini adalah adanya ruang generasi muda yang terlibat mewarnai perdebatan. Meski forum pinggiran, sejumlah musyawarah kaum muda digelar dengan tema-tema aktual saat ini. Seperti menyaingi kaum tua yang sedang “gaduh”, suasana teduh dan meriah forum kaum muda membahas tema-tema pembangunan ekonomi-politik, kekerasan dan demokrasi, konflik sumberdaya alam, rekonsiliasi, gerakan anti korupsi, dan lain sebagainya. PUSAD Paramadina mewarnai diskusi dengan menggelar tema demokrasi dan kekerasan masyarakat sipil. Hasilnya, sejumlah rekomendasi akan disampaikan pada ketua yang terpilih dalam Muktamar.

Senada dengan PUSAD Paramadina, dalam pembukaan Muktamar Rais Aam KH. Mustofa Bisri mengungkapkan, “Dunia dewasa ini diresahkan oleh fenomena merosotnya nilai kemanusiaan, digelisahkan oleh faudho dan kekacauan, seperti yang terjadi di kawasan Timur Tengah, dengan munculnya kelompok yang mengatasnakamkan Islam, dengan prilaku yang sangat bertentangan dengan Islam. Setiap hari dunia disuguhi tampilan Islam yang dibawakan oleh sementara kaum mulsimin yang marah. Dunia pun bertanya-tanya, di manakah prilaku rahmah, dari agama yang katanya membawa ajaran rahmah itu, yang membawa ajaran kasih sayang itu. Ketika ada sementara sekelompok yang mengibarkan bendera atas nama Islam, sambil menghancuran kemanusiaan. Dunia pun semakin mempertanyakan tentang praktik Islam yang rahmatan lilalamin, yang damai, yang menghargai manusia.”

Diskusi ini ditutup usulan membuat forum selajutnya, yaitu membahas gagasan ini di sejumlah forum diskusi dan pesantren-pesantren. Sejumlah kekerasan terjadi kantung-kantung kaum Nahdliyin berada. Ketua PBNU terpilih akan diberikan sejumlah catatan hasil dari diskusi ini untuk menjadi pertimbangan dalam merumuskan program kerja yang akan datang. Sejumlah isu lainnya adalah banyaknya konflik sumberdaya alam yang menimpa kaum nahdliyin masuk rekomendasi bahsul masail. Karenanya, peran serta PUSAD Paramadina menjadi penting terlibat dalam mengampanyekan bina damai. ***