Keluar dari Kemelut: 50 Tahun Lembaga Dakwah Islam Indonesia

Keluar dari Kemelut: 50 Tahun Lembaga Dakwah Islam Indonesia

Penulis

Agidia Oktavia, Husni Mubarok, Ihsan Ali-Fauzi, Imelda Putri
Raditya Darningtyas, Siswo Mulyartono, Siti Nurhayati

Penerbit

Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD),
Yayasan Wakaf Paramadina

Penyunting

Ihsan Ali-Fauzi

Halaman

160

Cetakan

I, 2023

Tahun Terbit

2023

ISBN

 

Buku ini bermula dari riset kecil untuk lebih memahami 50 tahun perjalanan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Gagasannya muncul dari perbincangan kami (PUSAD Paramadina) dengan seorang aktivis LDII yang biasa kami undang terlibat dalam banyak kegiatan kami. Begitu kami tahu LDII pada 2022 memasuki umur 50 tahun, usia yang cukup matang untuk sebuah organisasi, kami ingin mendalami bagaimana dan mengapa organisasi ini belakangan makin diterima baik oleh pemerintah maupun masyarakat Indonesia.

Bagi kami, pertanyaan di atas adalah pertanyaan penting, karena kita semua menyadari bahwa keberadaan LDII selama ini cukup kontroversial karena kaitannya dengan organisasi Islam Jamaah yang sempat dilarang pemerintah dan dicurigai, bahkan dimusuhi, oleh organisasi-organisasi massa (ormas) Islam lain. Inilah awal keingintahuan yang mendorong riset akademis ini. Karenanya, kami mengerangkakan pengalaman yang ingin kami pelajari dari LDII di atas sebagai pengalaman “keluar dari kemelut”, yang kami ambil sebagai judul buku ini.

Namun tujuan riset ini bukan hanya akademis, tetapi juga praktis. Kami ingin mendorong agar kita belajar dari pengalaman baik seperti ditunjukkan LDII di atas, bukan saja belajar dari pengalaman buruk. Pengalaman baik itu perlu dipelajari sungguh-sungguh, agar kita tahu bagaimana hal itu dicapai dan apa saja kerja-kerja sosial (dan politik) yang perlu dilakukan untuk mencapainya.

Dalam melakukan riset ini, perspektif yang kami gunakan adalah perspektif yang ingin memajukan demokrasi dan binadamai. Karenanya, kami tidak mempersoalkan substansi ajaran Islam yang dikembangkan LDII, atau lembaga apa pun selainnya, tetapi kami peduli pada bagaimana ajaran itu disampaikan dan apa akibatnya terhadap kerukunan atau ketertiban umum. Semuanya ini sangat penting bagi penguatan demokrasi, yang menghargai kebebasan warga negara untuk menganut dan menjalankan agama atau kepercayaan yang diyakininya.

Dalam demokrasi, ketegangan atau konflik yang mungkin terjadi karena perbedaan agama (atau keyakinan) tidak ditumpas secara semena-mena, melainkan dikelola dengan baik dan penuh perdamaian, yakni dalam cara-cara yang tetap menghormati agama (dan keyakinan) masing-masing. Inilah yang sering kita dengar sebagai pluralisme, di mana perbedaan saling ditoleransi dan bahkan hikmah bisa diambil atau dicontoh dari kebaikan yang ada pada pihak lain. Dalam studi-studi perdamaian, proses-proses inilah yang sering disebut sebagai proses-proses binadamai (peacebuilding).